Home Blog Mendirikan Perusahaan Fintech di Indonesia Uncategorized Mendirikan Perusahaan Fintech di Indonesia InCorp Editorial Team 11 Februari 2023 5 reading time Table of Contents Apa Itu Fintech? Otoritas Proses Inkorporasi Perusahaan Fintech Penundaan dalam Registrasi dan Aplikasi Izin Mulai Bisnis Fintech Anda di Indonesia bersama Cekindo Industri fintech (financial technology – teknologi finansial) di Indonesia telah memulai revolusi. Asosiasi Teknologi Finansial (fintech) di Indonesia baru dibentuk hanya dua tahun lalu. Hanya dalam waktu singkat selama dua tahun, layanan teknologi telepon genggam seperti mobile wallet Go-Pay dan Ovo telah membuka zaman baru untuk pembayaran non tunai di Indonesia, dan kemunculan luar biasa dari adopsi e-wallet dimulai. Selain itu, peminjaman online menjadikan lebih mudah bagi usaha kecil dan individu untuk memperoleh uang. Menurut The Tech in Asia Database, jumlah pendanaan yang diterima perusahaan fintech dari 2013-2017 dicatat senilai US$56 juta. Terus bermunculannya perusahaan fintech rintisan baru, penduduk Indonesia yang menjadi akrab dengan entitas keuangan baru serta sejumlah besar investasi menjadikan fintech pionir dalam ekosistem perusahaan rintisan Indonesia. Apa Itu Fintech? Fintech merupakan kata gabungan, sebuah singkatan dari financial technology (teknologi keuangan). Istilah ini masih relatif abstrak, dan konsepnya belum diperjelas. Menurut Wikipedia, fintech adalah “sekelompok perusahaan yang menjadikan layanan keuangan lebih efisien melalui teknologi.” Dalam perekonomian, fintech seringkali berarti perusahaan rintisan yang ingin melebihi sistem keuangan tradisional dan menggapai pengguna. Mereka sering menantang institusi tradisional yang kurang bergantung pada software dan teknologi. Fintech bukan hanya ‘keuangan di Internet’ tetapi juga berbasis teknologi seperti internet di telepon genggam, komputasi awan dan big data, untuk mencapai inovasi dan peningkatan efisiensi dalam layanan dan produk keuangan. Dari perspektif bisnis, sektor fintech saat ini memiliki dampak lebih besar terhadap pasar keuangan yang melibatkan empat kategori: Pembayaran dan likuidasi, uang elektronik dan teknologi blockchain Pembiayaan langsung atau tidak langsung, P2P dan crowd-funding Infrastruktur pasar termasuk big data, komputasi awan, otentikasi identitas elektronik, e-aggregator, kontrak cerdas, dll. Manajemen investasi termasuk konsultan investasi robotik, perdagangan elektronik otomasi di pasar pendapatan tetap. Otoritas Asosiasi Teknologi Keuangan di Indonesia adalah mediator penting antara regulator industri dan investor fintech. Regulator fintech termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Sentral Indonesia BI. Hingga saat ini, ada 159 perusahaan fintech terdaftar, dan kebanyakan merupakan anggota Asosiasi Fintech. OJK mengklaim bahwa penyebaran kredit mereka dari awal 2018 hingga Juli 2018 mencapai US$534 juta (IDR 7.8 triliun). Selain itu, asosiasi ini juga menjadi badan pengatur yang bertanggung jawab membuat panduan industri. Proses Inkorporasi Perusahaan Fintech Regulasi baru dikeluarkan pada 1 September 2018 oleh OJK untuk pembentukan perusahaan fintech di Indonesia. Regulasi baru ini disebut Regulasi Inovasi Keuangan Digital bagi Perusahaan Fintech yang digunakan OJK untuk memantau dan mengawasi pertumbuhan dan perkembangan industri fintech. Dalam regulasi baru ini, membentuk perusahaan fintech atau platform layanan digital, baik itu institusi layanan keuangan atau perusahaan rintisan, harus melalui proses berikut: Registrasi perusahaan ke OJK. Lalu melalui yang disebut Regulatory Sandbox. Regulatory Sandbox digunakan OJK untuk menguji, mengobservasi dan menetukan bagaimana perusahaan fintech bekerja. Bagi institusi, mereka dapat menyampaikan permintaan Regulatory Sandbox dengan salah satu bidang berikut: pasar modal, perbankan atau industri keuangan non-perbankan. Keseluruhan proses Regulatory Sandbox membutuhkan waktu 12 bulan. Ini dapat diperpanjang 6 bulan lagi jika memang diperlukan. Mengajukan izin fintech di OJK. Inkorporasi Perusahaan – Perseroan Terbatas (PT) Jika Anda ingin mendirikan perusahaan rintisan fintech, pilihan terbaik adalah pendirian badan hukum – Perseroan Terbatas (PT). Untuk terlibat dalam bisnis fintech, perusahaan Anda harus merupakan perusahaan yang mencari keuntungan, dan karenanya tidak mungkin bagi perusahaan fintech untuk mendirikan CV (Commander Association) atau yayasan dengan orientasi nirlaba. Saat mendirikan PT bagi bisnis fintech, Anda dapat memisahkan aset perusahaan dari aset pribadi. Seandainya bisnis Anda mengalami kerugian, aset perusahaan Anda yang menjadi taruhannya, bukan aset pribadi. Pemegang Saham dan Kepemilikan Kepemilikan menjadi salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan saat ingin mendirikan perusahaan fintech. Dalam kasus ini, orang asing dapat menjadi pemilik perusahaan fintech. Namun, kepemilikan asing maksimumnya adalah 85%. Selain itu, orang asing hanya dapat memindahkan saham setelah memperoleh persetujuan dari OJK. Modal Investasi Modal disetor minimum sejumlah IDR 1 miliar adalah wajib dan harus disampaikan saat registrasi perusahaan ke OJK. Selain itu, ada pula modal disetor minimum lain sejumlah IDR 2.5 miliar saat proses perizinan. Bukti deposit modal diwajibkan saat aplikasi izin ke OJK. Saat perizinan tidak diselesaikan, perusahaan tidak diizinkan mengambil modal bagi tujuan operasional perusahaan. Perizinan dan Aplikasi Izin Begitu perusahaan Anda terdaftar, proses selanjutnya adalah aplikasi izin. OJK mengizinkan tenggat waktu maksimum 12 bulan untuk mengajukan izin begitu proses registrasi selesai. Jika perusahaan gagal melakukannya, sertifikat registrasi mereka akan menjadi tidak sah, dan mereka harus kembali melakukan registrasi. Setiap bisnis dapat dimasuki penipu, begitu pula dengan bisnis fintech. Oleh karena itu, untuk mencegah aktivitas ilegal, Anda perlu mendapatkan izin PSE dari Depkominfo. OJK juga berupaya bersinergi dengan Depkominfo sehingga penipuan dapat diminimalisasi. Izin Tambahan untuk Bisnis P2P Satu hal yang perlu diingat adalah tergantung pada jenis bisnis fintech Anda, izin tambahan mungkin diwajibkan untuk mematuhi hukum baru. Misalnya bisnis peminjaman P2P (Peer to Peer) harus memperoleh izin tambahan dari OJK. Hal ini untuk mencegah bisnis P2P yang sama ambruk karena di Tiongkok bisnis yang tidak teregistrasi dan dioperasikan secara ilegal menyebabkan banyaknya nyawa pengguna P2P yang hilang. Saat tahap perizinan, perusahaan harus menyerahkan rencana bisnis tahun pertama mereka yang berisi penjelasan kegiatan bisnis yang telah direncanakan, tujuan serta cara memenuhi target dan proyeksi keuangan. Penundaan dalam Registrasi dan Aplikasi Izin Sayangnya, karena kebanyakan perusahaan fintech adalah perusahaan rintisan yang dimulai dari kecil, mereka memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami penundaan dalam melakukan registrasi dan mengajukan izin dengan OJK terlambat. Mereka mungkin beroperasi dengan bantuan investor atau pendanaan pribadi yang berujung pada eksploitasi pekerja ilegal dan kemungkinan penipuan pajak. Per September 2018, OJK telah menemukan 182 perusahaan fintech ilegal, dan mereka tak lagi dapat menjalankan bisnis mereka. Oleh karenanya, Cekindo menganjurkan para investor yang ingin mendirikan perusahaan fintech agar melalui proses yang diwajibkan hukum Indonesia. Jika perusahaan Anda ditemukan tidak terdaftar di OJK atau tanpa izin spesifik, akan ada konsekusensi buruk terhadap keseluruhan ekosistem fintech. Mulai Bisnis Fintech Anda di Indonesia bersama Cekindo Memasuki lansekap fintech di Indonesia membutuhkan keahlian dan riset pasar mendalam. Hubungi kami untuk mengetahui lebih banyak tentang bagaimana melakukan registrasi perusahaan fintech. Kami akan memberikan Anda penawaran gratis beserta solusi yang Anda butuhkan dalam waktu dua hari kerja. Read Full Bio Daris Salam COO Indonesia at InCorp Indonesia With more than 10 years of expertise in accounting and finance, Daris Salam dedicates his knowledge to consistently improving the performance of InCorp Indonesia and maintaining clients and partnerships.